Kamis, 02 Juni 2016

Ulumul qur'an


BAB I
PENDAHULUAN

Al-Quran Al-Karim, memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat, salah satunya adalah bahwa Al-Quran adalah kitab yang keotentikannya di jamin oleh Allah, dan dia adalah kitab yang selalu dipelihara.
Mempelajari Al-Quran tidak hanya mencari “kebenaran” ilmiah tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-Quran. Begitu juga telaah tentang munasabat yang merupakan bagian dari telaah Al-quran . Seluruh usuaha membeberkan berbagai bentuk hubungan dan kemirip-miripan dalam Al-Quran adalah tidak terlepas dari usaha membuktikan bahwa Al-Quran sebagai ‘sesuatu yang luar biasa.
Berdasarkan bukti-bukti historis, al-Quran diturunkan kepada Nabi SAW secara berangsur-angsur dan bertahapan selama beberapa kurun waktu dalam situasi dan kondisi yang beragam. Selanjutnya, al-Quran yang ada sekarang tidak disusun berdasarkan kronologis ( urutan ) turunnya. Sehingga timbul perbedaan pendapat dikalangan ulama, apakah susunan al-Quran yang ada pada mushaf ‘usmany sekarang ini bersifat tauqify ( ketetapan Nabi SAW ) atau bersifat ijtihady ( hanya ijtihad sahabat ).
Susunan ayat maupun surat yang demikian adanya itu tentunya bukan tanpa alasan dan dasar. Menurut beberapa ahli tafsir, paling tidak ada tiga alasan dan latar belakang yang menyebabkan al-Quran tersusun seperti yang ada sekrang. Pertama; Karena adanya kesamaan kandungan makna-maknanya antara awal satu surat dengan akhir satu surat sebelumnya. Kedua; Untuk memelihara keseimbangan atau keserasian lafaz ( bunyi huruf ). Ketiga; Karena adanya kemiripan ( musyabahah ) pada salah satu kalimatnya.
Menemukan rahasia ( hikmah ) hubungan dan keterkaitan dibalik peletakan susunan ayat-ayat maupun surat-surat sebagaimana yang terdapat dalam mushaf al-Quran yang ada merupakan objek kajian dari ilmu munasabat.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian munasabat
    Secara bahasa, munasabat adalah bentuk masdar  dari kata kerja nasaba (          نا سب  ) yang memiliki arti musyakalah  dan muqarabah (              بة  مقا ر    ). Dalam bahasa Indonesia, muqarabah diartikan  dengan kecocokan, kesesuaian, atau biasa juga diartikan dengan hubungan  pertalian. Terkait dengan pengertian ini pula maka hungan yang sangat erat seperti huhungan antara dua orang yang mempunyai keterkaitan secara keturunan disebut dengan nasab atau kerabat.
       Dari pengertian diatas, maka munasabat secara istilah dapat didefinisikan sebagai adanya hubungan atau saling keterkaitan antara dua hal pada salah satu aspek dari berbagai aspek-aspeknya. Dalam bahasa Indonesia lagi dari pengertian yang ada munasabat sering diartikan dengan kecocokan, kesesuaian, kedekatan, hubungan atau pertalian. Sedangkan dalam bahasa inggris, munasabat dalam pengertian ini dapat diartikan dengan correlation; analogy; correspondence; kindship; relationship; dan affinity.
        Lebih khusus  lagi adari pengertian yang ada diatas munasabat dalam wacana ulum al-qur’an adalah suatu upaya untuk menemukan kemungkinan terjadinya korelasi atau hubungan antara satu ayat dengan ayat lain maupun satu suarat dengan surat lain atau hubungan internal dalam satu ayat maupun dalam satu surat. Dalam prakteknya, yang  ingin dicari dan dibahas pada munabat al-qur’an adalah keterkaitan maknawi ( arti dan kandungan) suatu ayat maupun suart, baik yang bersifat logis, empirik, maupun apstrak dan simbolis.
       Munasabat Al-qur’an adalah suatu pembahasan mengenai keterkaitan dan hubungan antara variable-variabel yang terdapat dalam Al-qur’an. Variabel-variabel yang dimaksud adalah ayat-ayat dan surat-surat dalam berbagai macam posisi dan formatnya.

A.    Bentuk dan segi munasabat Al-qur’an
       Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa yang ingin dicari oleh para ahli yang menekuni bidang ini adalah menemukan kemungkinan terjadinya korelasi ( hubungan) antara surat dan korelasi( hubungan) antara ayat.
        Secara rinci, munasabat yang ada didalam al-qur’an terdapat pada beberapa kemungkinan berikut ini:
1.    Munasabat antara satu ayat dengan surat lain. Misalnya munasabat antara surat al-fatihah dengan surat al-baqarah.
2.    Munasabat antara tema sentral suatu surat dengan judul ( nama ) surat tersebut. Misalnya pada surat Nun yang didalamnya banyak menggunakan huruf Nun, sampai lebih 20 kali. Demikian juga dengan surat Qaf yang didalamnya banyak menggunakan huruf Qaf, sampai 50 kali.
3.    Munasabat antara pembukaan dan penutup suatu surat. Misalnya munasabat yang terjadi antara awal dan akhir surat al-mukminun, dan surat-surat lainnya.
4.    Munasabat antara akhir suatu surat dengan awal surat berikutnya. Misalnya munasabat antara awal surat al-hadid dengan akhir surat al-waqi’ah, yang mana keduanya
         sama sama berbicara tentang tasbih.
5.    Munasabat antara satu ayat dengan ayat lainnya dalam satu surat yang mana munasabat yang seperti ini cukup banyak dan mudah untuk ditemukan dalam berbangai kitab tafsir, terutama dalam kitab Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karangan Burhanuddin al-Biqa’iy.
6.    Munasabat antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat. Misalnya penyebutan kata rahmat setelah kata azab kata raghbah setelah rahbah, dan lain-lain.
7.    Munasabat antara kandungan suatu ayat dengan penutup ayat tersebut. Kajian tentang munasabat model ini tidak banyak menjadi perhatian. Oleh karena itu, kitab-kitab khusus tentang munasabat seperti ini sangat sulit didapatkan.

    Adapun segi munasabat yang dicari dan dibahas terletak pada adanya keterkaitan maknawi, seperti adanya keterkaitan yang terjadi antara maudhu’-maudhu’nya, antara kalimat ‘am ( umum )  dank has ( khusus ), maupun pada keterkaitan makna yang terjadi dalam hukum konsekuensi logis yang muncul karena adanya kausalitas dan pada keterkaitan lafaz, baik yang berupa persamaan atau perlawanan.


C.    Sejarah pertumbuhan ilmu munasabat Al-qur’an
       Dari beberapa literatur  yang ada, dengan tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan pada beberapa kitab yank tidak ditemukan, persoalan pada beberapa kitab yang tidak ditemukan, persoalan munasabat al-Qur’an kurang mendapat perhatian dan kurang mempunyai porsi dalam kajian para ulama. Keadaan ini boleh jadi karena peliknya dalam pemahamannya dibanding ilmu-ilmu al-Qur’an lainnya. Oleh karena itu, ilmu munasabat ini termasuk ilmu yank muncul belakangan dan orang yank mengelutinya juga hanya sedikit.
       Sebagai suatu ilmu, pembahasan munasabat al-Qur’an dimulai pada abad ketiga hijriyah, yang dipelopori oleh Abu Ja’far  Ibnu Zubeir dengan kitabnya al-Burhan Fi Munasabat tartib suwar al-Qur’an. Beliau salah seorang ahli ilmu-ilmu al-Qur’an yang hidup pada abad ketiga Hijriyah. Selain itu, ulama segenerasi dengan Abu Ja’far  yang banyak memberikan perhatian terhadap munasabat  adalah Abu Bakar Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu Ziyad al-Naisaburi (W. 324 H). Beliau inilah yang mempelopori  ilmu munasabat di Bagdad. Dalam pengajian tafsir yang diadakannya persoalan munasabat lebih banyak dikaji.
    Pada tahap berikutnya, jejak  Abu Ja’far dan Abu Bakar al-Naisaburi diikuti oleh fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Gaib. Kitab ini dipandang sebagai karya besar  yang banyak menguraikan tentang munasabat  al-Ayat wa al-Suwar. Satu tokoh lainnya yang dipandang berjasa besar dalam menyusun ilmu munasabat al_qur’an adalah Jalaluddin al-Suyuthi. Untuk bidang ini al-Suyuthi menyusun tiga buah kitab, yaitu Tanasuq al-Durar Fi tanasub al-Suwar, Marasid al-mathali’ fi al-maqathi’, serta Asrar al-tanzzil.
        Pembahasan munasabat secara mendetail dan sistematis dolakukan oleh Ibrahim Ibnu Umar al-Baqa’i (w. 885 H) dengan kitabnya Nazm al-Durar fi tanasub al-Ayat wa al-Suwar. Kitab ini khusus membahas tentang keterkaitan ayat satu dengan ayat yang lain serta antara satu surat dengan surat lain dalam al-Qur’an. Metode yang terdapat dalam kitab ini nampaknya banyak diikuti orang, terutama para mufassir yang hidup pada abad-abad selanjutnya.

D.    Orgensi ilmu munasabat
 Dalam kaitannya dengan al-Qur’an, sebangai kitab allah yang bernuansa mukjizat, pengetahuan tentang munasabat al-Qur’an sangat membantu bagi upaya eksplorasi dan pengungkapan ma’na dari pesan-pesan yang ingin disampaikan. Disamping itu, dengan jalan pendekatan korelasi (tanasub) yang terjadi antar inter surat maupun antar inter ayat, maka al-qur’an yang pada hakikatnya memang satu kesatuan yang utuh dan saling terkait, akan tetap terjaga keutuhan dan kesinambungannya.
      Pentingnya mencari dan menemukan keberadaan munasabat al-qur’an adalah untuk melihat struktur atau susunan ayat maupun surat sehingga pesan dan maksud dari pesan tersebut lebih mudah dipahami. Maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa menguasai munasabat ti menguasai ilmu atau suatu pengetahuan yang agung mengagumkan. Sebangai mana yang diungkapkan oleh Abu Bakar Ibnu ‘Araby berikut ini:
ار تبا ط القر ا ن بعضها يعض حثى ثكو نو كاالكلمة الو ا حد ة مثسقة المعا نى منلظمة المعا نى علملاعظيم
     “Mengungkapkan kolerasi antara ayat-ayat al-Qur’an sehingga ia menjadi satu kesatuan yang utuh, berkesinambungan, dan teratur maknanya, merupakan pengetahuan yang sangat agung”.
       Senada dengan dengan ungkapan diatas, al-Zarkasyi juga mengungkapkan sebagai berikut:
من محا سن ا لكلا م اْن ير تبظ بعضه  ببعض لئلا يلكو ن منقطعا
    “Keindahan suatu pembicaraan terletak pada keteraturan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya, sehingga tidak tampak adanya makna yang tidak berhungan.

     Dari kedua ungkapan diatas dapat disimpulkan urgensi atau pentingnya menemukan munasabat dalam al-Qur’an adalah untuk memelihara agar struktur atau susunan pembicaraan ayat-ayat al-Qur’an tetap utuh dan runtut sehingga pesan-pesan al-Qur’an lebih mudah dipahami. Karena salah satu mukjizat al-Qur’an terletak pada keindahan susunan kalimat-kalimat, ayat-ayat maupun surat-suratnya.





BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa munasabat adalah suatu upaya untuk menemukan kemungkinan terjadinya korelasi atau hubungan antara satu ayat dengan ayat lain maupun satu surat dengan surat lain atau hubungan internal dalam satu ayat maupun dalam satu surat.
    Dan dari munasabat itu sendiri terdapat beberapa bentuk. Diantaranya: munasabat antara satu surat dengan surat lain, munasabat antara tema sentral suatu surat dengan judul (nama) surat tersebut, munasabat antara pembukaan dan penutup suatu surat, munasabat antara akhir suatu surat dengan awal surat berikutnya, munasabat antara satu ayat dengan ayat lain, munasabat antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, munasabat antara kandungan suatu ayat dengan penutp ayat tersebut.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar